Sabtu, 04 Mei 2013

SYEKH MALIK BIN DINAR DAN TETANGGANYA YANG UGAL-UGALAN


Ada seorang pemuda tetangga Malik, tingkah lakunya sangat berandal dan mengganggu ketentraman. Malik sering terganggu oleh tingkah laku si pemuda berandal ini, namun dengan sabar ia menunggu agar ada orang lain yang tampil untuk menegur si pemuda tersebut. Tetapi orang-orang datang menghadap Malik dengan keluhan-keluhan mereka terhadap si pemuda. Maka pergilah Malik mendatangi pemuda itu dan meminta agar ia merubah tingkah lakunya.
Dengan bandel dan seenaknya si pemuda menjawab: "Aku adalah kesayangan sultan dan tidak seorang pun dapat melarang atau mencegahku untuk berbuat sekehendak hatiku".
"Aku akan mengadu kepada sultan", Malik mengancam.
"Sultan tidak akan mencela diriku", jawab si pemuda. "Apa pun yang kulakukan, sultan akan menyukainya."
"Baiklah, jika sultan tidak dapat berbuat apa-apa", Malik meneruskan ancamannya, "aku akan mengadu kepada Yang Maha Pengasih", sambil menunjuk ke atas.
"Allah?", jawab si pemuda. "Ia terlampau Pengasih untuk menghukum diriku ini".
Jawaban ini membuat Malik bungkam, tak dapat mengatakan apa-apa. Si pemuda ditinggalkannya. Beberapa hari berlalu dan tingkah si pemuda benar-benar telah melampaui batas. Sekali lagi Malik pergi untuk menegur si pemuda, tetapi di tengah perjalanan Malik mendengar seruan yang ditujukan kepadanya:
"Jangan engkau sentuh sahabat-Ku itu!"
Masih dalam keadaan terkejut dan gemetar Malik menjumpai si pemuda.
Melihat kedatangan Malik, si pemuda menyentak: "Apa pulakah yang telah terjadi sehingga engkau datang ke sini untuk kedua kalinya?"
Malik menjawab: "Kali ini aku datang bukan untuk mencela tingkah lakumu. Aku datang semata-mata untuk menyampaikan kepadamu bahwa aku telah mendengar seruan yang mengatakan...."
Si pemuda berseru: "Wahai! Kalau begitu halnya, maka gedungku ini akan kujadikan sebagai tempat untuk beribadah kepada-Nya. Aku tdak perduli lagi dengan semua harta kekayaanku ini".
Setelah berkata demikian ia pun pergi dan meninggalkan segala sesuatu yang dimilikinya dan memulai pengembaraan di atas dunia ini.
Malik mengisahkan bahwa beberapa lama kemudian di kota Mekkah ia bersua dengan pemuda tersebut dalam keadaan terlunta-lunta menjelang akhir hayatnya.
"Ia adalah Sahabatku" si pemuda berkata dengan terengah-engah. "Aku akan menemui Sahabatku". Setelah berkata demikian ia lalu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar