Ucapan yang baik dan wajah yang
cerah
Setan pasti punya ambisi untuk
menghancurkan masyarakat Islam hingga ia membuat rencana, makar dan tipu daya.
Di antara rencana yang diprogramkannya adalah menggoyahkan pondasi rumah tangga
keluarga muslim, di mana rumah tangga ini merupakan batu bata awal dalam
bangunan sebuah masyarakat. Sebagaimana telah kita ketahui dari hadits Jabir
ibnu Abdillah c, ia berkata, “Rasulullah n bersabda:
إِنَّ إِبلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْماَءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُم فَيَقُولُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا. قَالَ: مَا صَنَعْتَ شَيْئًا. ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ. قَالَ: فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ: نِعْمَ أَنْتَ
Sesungguhnya iblis meletakkan
singgasananya di atas air lantas ia mengirim kan tentara-tentaranya. Maka yang
paling dekat di antara mereka dengan iblis adalah yang paling besar fitnah yang
ditimbulkannya. Datang salah seorang dari anak buah iblis menghadap iblis
seraya berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis menjawab, “Engkau
belum melakukan apa-apa.” Lalu datang setan yang lain melaporkan, “Tidaklah aku
meninggalkan dia (anak Adam yang diganggunya) hingga aku berhasil memisahkan
dia dengan istrinya.” Maka iblis pun mendekatkan anak buahnya tersebut dengan
dirinya dan memujinya, “Engkaulah yang terbaik.” (HR. Muslim no. 7037)
Dengan terpisahnya pasangan suami
istri niscaya pada akhirnya akan hancur pondasi suatu masyarakat. Hancurnya
masyarakat manusia inilah yang didambakan oleh si musuh besar anak manusia.
Mengingat akan hal ini dan yang
lainnya, maka sudah menjadi kemestian bagi seorang suami untuk bergaul dengan
baik terhadap istrinya, karena Allah k telah memerintahkan:
“Dan bergaullah kalian (para suami)
terhadap mereka (para istri) dengan baik.” (An-Nisa:
19)
Suami selaku qawwam[1] dalam sebuah keluarga semestinya
memberikan kalimat-kalimat yang baik kepada istrinya, sehingga setan tidak
memancing di air keruh dalam hubungan dia dengan istrinya. Bukankah Rabbul
Izzah telah berfirman:
Katakanlah (ya Muhammad) kepada
hamba-hamba-Ku, “Hendaknyalah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.
Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (Al-Isra’: 53)
Al-Hafizh Ibnu Katsir t,
“Allah tabaraka wa ta’ala memerintahkan hamba-Nya dan
Rasul-Nya n, untuk menyuruh hamba-hamba Allah yang beriman agar berbicara dan
bercakap-cakap menggunakan perkataan-perkataan yang paling baik dan kalimat-kalimat thayyibah/bagus.
Karena bila mereka tidak melakukan hal tersebut, niscaya setan akan menimbulkan
perselisihan di antara mereka dan meningkatkan ucapan kepada
perbuatan/tindakan. Hingga terjadilah kejelekan, pertikaian dan perkelahian.
Karena setan, musuh Adam dan anak turunan Adam sejak saat iblis (nenek moyang
para setan) menolak untuk sujud kepada Adam, dan permusuhannya ini tampak
nyata….” (Tafsir Al Qur’anil Azhim, 5/66)
Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman
bin Nashir As-Sa’di t berkata saat menafsirkan ayat di atas,
“Ini merupakan perintah untuk mengucapkan seluruh perkataan yang dapat
mendekatkan seorang hamba kepada Allah, baik berupa membaca Al-Qur’an,
berzikir, menyampaikan ilmu atau diskusi ilmiah, amar ma’ruf, nahi mungkar dan
kalimat-kalimat baik yang lembut terhadap sesama makhluk dengan perbedaan
martabat dan kedudukan mereka. Bila beredar suatu perkara di antara dua perkara
yang baik, maka kita diperintah untuk mengutamakan yang paling baik di antara
keduanya, jika memang tidak mungkin keduanya disatukan atau dikumpulkan.
Perkataan yang baik akan mengajak
kepada seluruh akhlak yang indah dan amal yang shalih. Karena siapa yang dapat
menguasai lisannya niscaya ia dapat menguasai seluruh perkaranya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya setan itu menimbulkan
perselisihan di antara mereka”,
yaitu setan mengupayakan perkara yang dapat merusak agama dan dunia mereka.
Maka obat dari hal ini adalah mereka tidak menaati setan yang mengajak mereka
agar mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak baik. Bahkan hendaknya mereka
bersikap lunak di antara sesama mereka agar mematahkan setan yang ingin
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Karena setan adalah musuh mereka
yang hakiki, hingga pantaslah mereka memeranginya. Apatah lagi si musuh ingin
mengajak mereka, agar mereka termasuk penghuni neraka yang
menyala-nyala.
Karena setan ini terus berupaya
menimbulkan perselisihan di antara mereka dan permusuhan, maka yang seharusnya
dan semestinya mereka lakukan adalah berupaya melawan musuh mereka dan
mematahkan jiwa-jiwa mereka yang memerintahkan kepada kejelekan, di mana setan
masuk dari arah tersebut. Dengan begitu, berarti mereka menaati Rabb mereka.
Akan luruslah perkara mereka, dan mereka akan terbimbing kepada
kebenaran/kelurusan.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 460)
Kata-kata yang baik akan melapangkan
dada, melanggengkan pergaulan, menebarkan kebahagiaan di antara suami istri,
mewujudkan ketenangan yang diharapkan dari diciptakannya para istri untuk para
lelaki, memperkuat unsur-unsur mawaddah/ cinta dan
menyuburkan rahmah/kasih sayang di antara suami istri. Allah l
berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian pasangan hidup/istri-istri
dari jenis kalian sendiri, agar kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang-orang yang
berpikir.” (Ar-Rum: 21)
Bayangkanlah keadaan sebuah rumah
tangga di mana sang suami suka berkata kasar kepada istrinya, menghardik dan
membentak. Atau ia suka mengungkit apa yang telah diberikannya kepada istrinya,
seperti mengatakan, “Aku yang capek cari duit. Kamu enak aja tinggal
pakai. Makanya harus tahu diri, jangan seenaknya menggunakan duitku! “
Kalimat seperti ini tentunya melukai
seorang istri, walaupun memang dalam kenyataannya si suami yang mencari nafkah
dan uang yang ada dalam rumah adalah miliknya. Kalau tujuan si suami hendak
menegur istrinya dalam hal pengaturan belanja rumah tangga, maka suami yang
cerdas tentunya tidak akan mengungkapkannya dengan kalimat yang dapat
menorehkan luka di dada istrinya.
Lalu apa persangkaan kita terhadap
si suami bila ia suka mengucapkan kalimat demikian, padahal istrinya telah
berupaya hemat dalam membelanjakan uang yang diberikan suaminya dan berlaku
amanah terhadap harta suaminya? Tidak lain karena lisannya yang memang buruk
dan tidak pandai bergaul baik dengan istrinya. Kepada suami yang demikian,
hendaklah ia menyadari keburukan lisannya. Jangan terus menyakiti istrinya.
Waspadalah dari kehancuran mahligai yang telah dibangun bersama istrinya,
karena seperti yang telah disinggung di atas bahwa setan bisa menyusup antara
dia dan istrinya untuk menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Di sisi lain, seorang istri juga
lebih utama dituntut untuk bertutur kata yang baik kepada suaminya dan penuh
adab dalam menyampaikan ucapan, sehingga istri tidak mengangkat suaranya lebih
dari suara suaminya.
Membentengi istri
Abdullah ibnu ‘Amr ibnul
‘Ash c mengabarkan sabda Rasulullah n:
إِذَا
تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا، فَليَقُلْ: اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيرَهَا وَخَيرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِن
شَرِّهَا وَمِن شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيهِ؛ وَإِذَا اشْتَرَى بَعِيرًا
فَلْيَأخُذ بِذَرْوَةِ سَنَامِهِ وَلْيَقُلْ مِثْلَ ذَلِكَ.
قَالَ
أَبو داود: زاد أبو سعيد: (
“Apabila salah seorang dari kalian
menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, hendaknya ia mengucapkan ;
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau
ciptakan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan
kejelekan apa yang Engkau ciptakan dia di atasnya. Apabila ia membeli seekor
unta, hendaklah ia memegang puncak punuk untanya dan hendaknya ia mengucapkan
doa semisal di atas.”
Abu Dawud berkata, “Abu Said
menambahkan:
ثُمَّ
لِيَأخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيَدْعُ باِلْبَرَكَةِ فِي الْمَرأَةِ وَالْخَادِمِ
“Kemudian hendaknya ia memegang
ubun-ubun istrinya dan mendoakan keberkahan pada istri atau si budak.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan dalam Shahih
Abi Dawud)
Disenangi bagi seorang pengantin
menunaikan shalat dua rakaat bersama istrinya saat ia masuk menemui istrinya
sebagai upaya menjaga kehidupan rumah tangganya kelak dari setiap perkara yang
tidak disenangi. Hal ini dinukilkan dari salaf. Salah satunya dari Syaqiq, ia
berkata, “Datang seseorang bernama Abu Hariz. Ia mengabarkan, “Aku telah
menikahi seorang gadis perawan yang masih muda dan aku khawatir ia akan
membenciku.” Ibnu Mas’ud z berkata:
إِنَّ
الْإِلْفَ مِنَ اللهِ وَالْفِرْكَ مِنَ الشَّيْطَانِ، يُرِيدُ أَنْ يُكَرِهَّ
إِلَيْكُمْ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكُم. فَإِذَا أَتَتْكَ فَأْمُرْهَا أَنْ تُصَلِّيَ
وَرَاءَكَ رَكْعَتَينِ.
“Sesungguhnya kedekatan itu dari
Allah dan kebencian itu dari setan. Setan ingin membuat kalian benci terhadap
apa yang Allah halalkan kepada kalian. Maka bila engkau mendatangi istrimu,
suruhlah dia shalat dua rakaat di belakangmu.”
Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud
ada tambahan:
وَقُلْ:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي أَهْلِي وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ، اللَّهُمَّّ اجْمَعْ
بَينَنَا مَا جَمَعْتَ بِخَيرٍ وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيرٍ
“Dan ucapkanlah: Ya Allah, berilah
berkah untukku pada keluarga/isteriku dan berilah berkah untuk mereka pada
diriku. Ya Allah, kumpulkanlah kami selama Engkau mengumpulkannya dengan
kebaikan dan pisahkanlah kami jika memang Engkau memisahkannya kepada kebaikan. (HR. Ibnu Abu Syaibah dan Abdurrazzaq dalam Mushannafnya
6/191/10460-10461. Sanadnya shahih kata Al-Imam Al-Albani t. Diriwayatkan
pula oleh Ath-Thabsrani, 3/21/2, dengan dua sanad yang shahih. Lihat Adabuz
Zafaf hal. 96)
Menjaga anak dari gangguan setan
Seorang muslim semestinya menjaga
zikir yang diucapkan ketika hendak berhubungan intim dengan istrinya. Karena
dengan mengucapkan zikir yang demikian berarti ada upaya menjaga anak dari
gangguan setan. Ibnu Abbas c menyampaikan dari Nabi n, sabda beliau,
“Seandainya salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengucapkan:
بِسمِ
اللهِ اللُّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيطاَنَ مَا رَزَقتَناَ؛
فَإِنْ قَضَى اللهُ بَينَهُمَا وَلَدًا لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيطَانُ أَبَدًا
“Dengan nama Allah, Ya Allah
jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezkikan
pada kami,” lalu Allah tetapkan lahirnya anak dari hubungan keduanya, niscaya
setan tidak akan membahayakan si anak selama-lamanya. (HR. Al-Bukhari no. 5165 dan Muslim no.
3519)
Al-Qadhi Iyadh t berkata tentang
bahaya yang disebutkan dalam hadits, “Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah
setan tidak dapat merasuki anak yang lahir tersebut (terjaga dari kesurupan jin
–pent.). Ada yang mengatakan setan tidak akan menusuk anak tersebut saat
lahirnya sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang hal ini[2]. Tidak ada seorangpun yang membawa pengertian
bahaya dalam hadits di atas kepada keumuman yang berupa penjagaan dari seluruh
kemadaratan, was-was dan penyimpangan[3].” (Al-Ikmal, 4/610)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t
menyebutkan adanya berbagai pendapat tentang maksud penjagaan si anak dari
bahaya yang ditimbulkan setan seperti dinyatakan dalam hadits. Ada yang
memaknakan, setan tidak apat menguasai si anak karena berkah tasmiyah(ucapan
bismillah). Bahkan si anak termasuk dalam sejumlah hamba-hamba yang Allah
nyatakan:
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, tidak
ada kekuasaanmu atas mereka (engkau tidak bisa menguasai mereka) terkecuali
orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang sesat/menyimpang.” (Al-Hijr: 42)
Ada pula yang mengatakan setan tidak
akan menusuk perut si anak. Namun pendapat ini jauh dari kebenaran, karena
bertentangan dengan zahir hadits yang menyebutkan:
كُلَّ
بَنِي آدَمَ يَطْعُنُ الشَّيطَانُ فِي جَنْبَيهِ بِإِصْبِعَيْهِ حِينَ يُولَدُ،
غَيرَ عِيسَى بْنِ مَريَمَ ذَهَبَ يَطعُنُ فَطَعَنَ فِي الْحِجَابِ
Ada yang berpendapat, setan tidak
dapat membuatnya kesurupan. Ada pula yang berpandangan, setan tidak dapat
membahayakan tubuh si anak. Ibnu Daqiqil ‘Id t berkata,
“Dimungkinkan setan tidak dapat memadaratkan si anak pada agamanya juga.” Akan
tetapi pendapat ini juga dipermasalahkan, karena tidak ada manusia yang maksum (terjaga
dari dosa). Kata Ad-Dawudi tentang makna setan tidak akan memadaratkan si anak
adalah, “Setan tidak dapat memfitnah si anak dari agamanya hingga ia keluar
dari agamanya kepada kekafiran. Bukan maksudnya si anak terjaga dari berbuat maksiat.”
Ada pula yang berpandangan, setan
tidak akan memadaratkan si anak dengan menyertai ayahnya menggauli ibunya,
sebagaimana riwayat dari Mujahid, “Seorang lelaki yang berhubungan intim dengan
istrinya dan ia tidak mengucapkan bismillah, setan akan meliliti saluran
kencingnya lalu ikut menggauli istrinya bersamanya. Mungkin ini jawaban yang
paling dekat. Dalam hadits ini ada beberapa faedah. Di antaranya, hadits ini
mengisyaratkan setan itu terus menyertai anak Adam, tidak terusir darinya
kecuali dengan berzikir kepada Allah.” (Fathul Bari, 9/285-286)
Menjaga anak dari hewan berbisa dan
dari pandangan hasad
Anak kita yang masih kecil belum
bisa membentengi dirinya sendiri dengan zikir dan doa, termasuk tentunya zikir
pagi dan petang yang dengannya Allah menjanjikan penjagaan bagi hamba yang
mengamalkannya. Karenanya, kitalah sebagai orangtua yang membacakan doa
perlindungan untuk si anak setiap pagi dan petang. Sambil mengusap kepalanya,
kita berdoa:
أُعِيذُكُمْ
بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِن كُلِّ شَيطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ
لاَمَّةٍ
“Aku melindungkan kalian dengan
kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan[4], hewan berbisa dan dari setiap pandangan
mata yang menyakiti.”
Rasulullah n dahulu melindungkan
kedua cucu beliau, Al-Hasan dan Al-Husain, dengan doa perlindungan ini, dan
bersabda:
إِنَّ
أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسمَاعِيلَ وَإِسحَاقَ
“Sesungguhnya ayah kalian berdua[5] dulunya mengucapkan doa perlindungan
ini untuk Ismail dan Ishaq.” (HR.
Al-Bukhari no. 3371)
Abu Hurairah menyampaikan sabda
Rasulullah n:
كُلَّ
بَنِي آدَمَ يَطعُنُ الشَّيطَانُ فِي جَنْبَيهِ بِإِصْبِعَيْهِ حِينَ يُولَدُ،
غَيرَ عِيسَى بْنِ مَريَمَ ذَهَبَ يَطعُنُ فَطَعَنَ فِي الْحِجَابِ
“Setiap anak Adam ditusuk oleh setan
dengan dua jemarinya pada dua rusuk si anak Adam saat ia dilahirkan kecuali Isa
ibnu Maryam. Setan ingin menusuknya ternyata setan menusuk pada hijab/tabir
penghalang.” (HR. Al-Bukhari no.
3286)
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah
z juga, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah n bersabda:
ماَ
مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلاَّ يَمَسُّهُ الشَّيطَانُ حِيْنَ يُوْلَدُ
فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيطَانِ، غَيرَ مَريَمَ وَابْنِهَا. ثُمَّ
يَقُولُ أَبُو هُرَيرَةَ: {ﯨ ﯩ
ﯪ ﯫ ﯬ
ﯭ ﯮ ﯯ }
“Tidak ada seorang pun dari anak
Adam yang lahir melainkan setan menyentuhnya (menusuknya) saat ia lahir. Maka
bayi yang baru lahir itu pun menjerit karena tusukan setan tersebut, selain
Maryam dan putranya. Kemudian Abu Hurairah membaca ayat: “Dan sesungguhnya aku melindungkan dia (Maryam) dan
anak turunannya kepada-Mu dari setan yang terkutuk.” (Ali ‘Imran:
36)
Disebabkan tusukan setan inilah,
bayi yang baru lahir menangis karena rasa sakit yang didapatkannya. (Fathul
Bari, 9/573)
Maksudnya tidak ada satu ulama
pun yang berpendapat si anak terjaga dari seluruh bahaya sehingga tak satupun
bahaya dapat menyentuhnya.
Termasuk di dalamnya setan dari
kalangan jin dan manusia.) Fathul Bari, 6/497)
Yakni Ibrahim u. Rasulullah n
menyebutnya dengan ayah karena Ibrahim adalah kakek buyut mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar