Pembaca rahimakumullah, jika seorang wanita sholihah ditinggal
mati suaminya, kemudian ia menikah lagi, maka dia untuk suaminya yang
terakhir, sebagimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَرْأَةُ ِلآخِرِ أَزْوَاجِهَا
“Istri itu untuk suaminya yang terakhir.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, 7/70, dan dinilai shohih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohiihah, no. 1281).
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata kepada istrinya, “Jika
engkau berkeinginan menjadi istriku di Surga, maka janganlah menikah
lagi setelah kematianku. Karena seorang wanita di Surga itu untuk
suaminya yang terakhir di dunia. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala
mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah lagi setelah beliau wafat,
dikarenakan mereka adalah istri-istri beliau di Surga.” (As-Silsilah Ash-Shohiihah, no. 1281).
Ummu Darda’, Hujaimah binti Hayy Al-Aushabiyyah radhiyallahu ‘anha ketika dilamar oleh Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, dia menolak dan berkata, “Saya mendengar Abu Darda’ mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَرْأَةُ فِي آخِرِ أَزْوَاجِهَا – أَوْ قَالَ : ِلآخِرِ أَزْوَاجِهَا
“Istri itu untuk suaminya yang terakhir”, maka saya tidak ingin mengganti Abu Darda’ dengan yang lain. (As-Silsilah Ash-Shohiihah, no. 1281).
Ada sebagian ulama kita yang berpendapat bahwa wanita itu untuk
suaminya yang paling bagus akhlaknya, atau dia disuruh memilih salah
satu diantara suaminya itu. Pendapat ini adalah pendapat yang bagus tapi
tidak ada dasarnya. Sedangkan hadits (yang artinya): “Ia untuk suami yang paling bagus akhlaknya..” maka ini adalah hadits yang dho’if (lemah). (Ibnul Qayyim dalam Hadil Arwah: 158, Al-Qurthubi dalam at-Tadzkirah, tahqiq Hamid Ahmad Thahir: 460).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar