Allah Swt dalam al-Quran, menyebutkan sebuah kisah yang
layak diamati dan dianalisa dari pelbagai segi. Kisah ini perlu dihayati karena
selain nama surah terpanjang al-Quran diambil dari kisah tersebut (Baqarah: sapi
betina), kisah ini –sama dengan kisah-kisah al-Quran yang lain- menyimpan
pelajaran-pelajaran untuk umat manusia.
Kisah yang bisa dikatakan
paling detail yang terdapat dalam surah Al-Baqarah atau bahkan dalam
al-Quran ini, terjadi di masa nabi Musa a.s.
Saat itu, hidup seorang anak muda yang berprofesi sebagai
pedagang bahan makanan. Dia pemuda santun yang menghiasi dirinya dengan budi
pekerti yang luhur. Satu hari, sebagaimana hari-hari biasa, datang seorang
pembeli yang bermaksud membeli Gandum dalam skala besar dan tentunya akan
mendatangkan keuntungan yang besar baginya. Setelah transaksi terjadi dan
bermaksud mengambil barang ke gudang, sang pemuda melihat gudang lagi tertutup
dan kuncinya berada di kantong ayahnya yang lagi tertidur.
Pemuda yang terdidik ini sangat hormat dan patuh kepada
orang tuanya, akhirnya meminta maaf dari pembelinya dengan berkata:” Maaf, saya
tidak dapat memberikan gandum yang Anda inginkan karena kunci gudang berada di
tangan yang sekarang lagi tidur, dan aku tidak rela beliau terbangun dan
terganggu waktu istirahatnya. Oleh karena itu, jika anda mau bersabar hingga
ayahku bangun, aku akan memberikan diskon untukmu, jika tidak, silahkan beli
dari tempat lain!”
“Aku akan membelinya lebih mahal lagi, bawa barangnya kemari
dan jangan tunggu apa-apa lagi! Cepat bangunkan ayahmu!” Sergah sang pembeli.
Sang pemuda menjawab:”tidak, aku tidak akan mau melakukannya, tolong jangan
minta itu lagi dariku, aku lebih senang ayahku tenang beristirahat daripada aku
mendapatkan untung besar.”
Akhirnya setelah tarik-ulur tersebut sang pemuda tetap tidak
mau membangunkan ayahnya dan sang pembeli tidak mau menunggu lalu pergi ke
tempat lain.
Selang beberapa jam
kemudian, sang ayah terbangun dari tidurnya; melihat anaknya sedang
mondar-mandir di halaman rumah. “Anakku, kenapa jam sekian engkau menutup toko
dan pulang ke rumah”! sergah sang ayah. Peristiwa tadi akhirnya diceritakan
oleh sang pemuda. Setelah mendengar kisah tersebut, sang ayah merasa sangat
gembira dan berbunga-bunga hatinya. Dia bersyukur kepada Allah seraya berkata:”
Ya Allah terima kasih, Engkau telah menganugerahkan diriku seorang anak yang
penuh kasih sayang.” Lalu dia berkata kepada anaknya:” sebenarnya aku rela,
engkau bangunkan diriku sehingga engkau tidak kehilangan keuntungan besar
seperti itu, akan tetapi karena engkau
telah menghormati ayahmu, maka untuk menebus keuntungan yang lenyap itu aku
akan memberikan anak sapiku kepadamu dan semoga Allah memberikan keuntungan
yang lebih besar lagi melalui anak sapi tersebut.”
Tiga tahun berlalu, anak sapi tersebut hari demi hari
semakin besar dan sekarang telah menjelma seekor sapi sempurna.
Di tempat lain, di salah satu keluarga Bany Israel, hidup
seorang anak perawan cantik nan rupawan serta beradab. Begitu banyak para
pemuda yang datang untuk melamarnya. Di antara mereka dua sepupunya sendiri;
salah satunya adalah pemuda bertakwa dan berpendidikan tapi kere alias miskin,
sedangkan sepupu satunya kaya raya namun kosong dari spiritualitas dan agama.
Di benak sang gadis hanya dua pemuda ini yang terlintas. Akhirnya dia meminta
waktu satu Minggu untuk menentukan pilihannya.
Dalam kurun waktu itu, dia selalu berpikir demikian:” Jika
sepupuku yang beragama itu yang ku pilih, maka aku harus siap hidup melarat,
namun aku akan ditemani oleh orang yang baik dan cinta tuhan. Jika aku memilih
sepupuku yang kaya, bisa jadi dalam beberapa waktu, aku akan hidup dalam
kesejahteraan, akan tetapi aku akan menjauh dari keutamaan moral dan
terjerembab dalam kesengsaraan abadi.”
Setelah berpikir dan berembuk dengan kedua orang tuanya,
akhirnya si gadis mengambil keputusan untuk kawin dengan sepupunya yang
beragama. Sepupu yang kaya raya, saat menyadari bahwa pujaan hatinya memilih
orang lain, dirinya merasa hancur, perasaan iri dan dengki merebak. Kemudian
dia berencana untuk membinasakan rivalnya tersebut.
Diundanglah saingannya yang tak lain sepupunya sendiri
tersebut ke rumahnya, setelah acara jamuan makan selesai, dia memohon tamunya
untuk menginap. Akhirnya pada penghujung malam dia melaksanakan rencana
busuknya untuk membunuh sepupunya tersebut. Hal itupun terjadi, dan untuk
menghilangkan jejak, mayatnya diletakkan di kawasan elite Bani Israel. Dengan
ini dia merasa seperti orang yang memanah dan mengenai dua bidikian dengan satu
anak panah; pertama, sang gadis terpaksa akan jatuh ke pelukannya, kedua uang
diyah akan mengalir kepada dirinya karena korban tidak memiliki Ahli waris
selain dirinya dan dengan itu dia dapat mengadakan acara resepsi perkawinan.
Saat orang-orang pada pagi hari keluar dari rumahnya, mereka
melihat sebuah jasad yang berlumuran darah. Upaya apapun yang mereka lakukan
tetap tidak mampu mengidentifikasi mayat tersebut, sehingga mereka melaporkan hal ini kepada
Nabi Musa a.s. Untuk itu, beliau melarang Bani Israel untuk pergi pergi ke
tempat kerja mereka dan hendaknya mengidentifikasi pembunuh dan korban. Hal ini
disebabkan pembunuhan saat itu di kalangan bani Israel sangat penting. Mereka
berupaya semaksimal mungkin untuk menjalankan perintah Nabi Musa a.s., akan
tetapi usaha mereka tidak membuahkan hasil.
Mendekati waktu zuhur, si pembunuh keluar dari rumahnya dan
melihat kondisi kota
dalam keadaan kacau balau, masyarakat akhirnya menyerah tak mampu melakukan
apa-apa lagi. Dengan berpura-pura tidak mengetahui peristiwa yang terjadi, anak
muda itu bertanya yang kemudian dijawab bahwa tadi malam ada seseorang yang telah dibunuh dan di temukan di salah
satu perkampungan . Nabi Musa memerintahkan untuk mencari pembunuh tersebut
sehingga keluarga korban dapat mengqishasnya. Si pemuda mulai mendekati jenazah
itu dan membuka kain penutup jenazah sambil melihat wajahnya. spontan dia
berteriak seperti orang yang tertimpa musibah, dia memukuli kepala dan wajahnya
sendiri seraya berkata: Ohoii… Ohoii.. ini adalah sepupuku, carilah pembunuhnya,
aku sendiri yang akan mengqishasnya atau diyahnya yang aku ambil.
Ketika jasad dihadirkan dihadapkan nabi Musa dan setelah
beliau mengetahui bahwa pemuda ini ada hubungan kekeluargaan dengan korban,
beliau berkata: “Penduduk tempat itu harus menemukan pembunuh aslinya atau 50
orang dari mereka bersumpah bahwa mereka tidak mengetahui pembunuhnya dan
membayar diyah.”
Bani Israel
berkata: “Wahai Nabi, kenapa kita yang
tidak bersalah harus membayar diyah, tanyakanlah kepada tuhanmu supaya kita
mengetahui siapa pembunuh sebenarnya dan kita akan bebas dari tuduhan
ini.” Nabi Musa menjawab: “Untuk saat
ini, inilah hukum Allah dan aku tidak mau melanggar hukum-Nya.” Saat itu juga, wahyu datang kepada nabi Musa:
“Wahai Musa! sekarang mereka tidak setuju dengan hukum zahirmu maka sekarang
perintahkan mereka untuk menyembelih seekor sapi lalu pukulkanlah sebagian dari
anggota badan sapi pada jasad tersebut, niscaya Aku akan menghidupkannya
kembali dan dia sendiri yang akan menentukan pembunuhnya.” Allah Swt menuturkan
kisah ini dalam al-Quran seraya berkata:
وَ اِذْ قالَ مُوْسى لِقَوْمِهِ
اِنَّ اللّهَ يَاءْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَهً قالُوا اَتتّخذنا هُزُواً
قالَ اَعُوذُ بِاللّهِ اَنْ اَكُونَ مِنَ الْجاهِلينَ
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyembelih seekor sapi betina (lalu
pukulkanlah bagian dari sapi itu ke tubuh jenazah yang tidak diketahui
pembunuhnya itu sehingga ia bangun dari kematiannya dan memberitahukan siapa
pembunuhnya yang sebenarnya)”. Mereka berkata, “Apakah engkau memperolokkan
kami?” Ia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk golongan
orang-orang yang bodoh”
قالُوا ادْعُ لَنا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنا ماهِىَ، قالَ اِنَّهُ يقول
اِنَّها بَقَرَةً لا فارِضٌ وَ لا بِكْرٌ عَوانٌ بَيْنَ ذلِكَ فَافْعَلُوا ما
تُؤْمَرُونَ
“Mereka berkata, “Mohonlah kepada Tuhanmu agar Ia
menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu!” Musa menjawab, “Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa ia adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda;
pertengahan di antara itu. Maka kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepada
kalian.”
قَالُوْا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ
يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُوْلُ إِنّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ
فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِيْنَ
Mereka berkata, “Mohonlah kepada Tuhanmu agar Ia menerangkan
kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
(warna) sapi betina itu adalah kuning tua (yang merata) nan menyenangkan
orang-orang yang memandangnya.”
قَالُوْا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ
يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إِنَّ البَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّآ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ لَمُهْتَدُوْنَ
Mereka berkata, “Mohonlah kepada Tuhanmu agar Ia menerangkan
kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu
(masih) samar bagi kami dan jika Allah menghendaki (dengan keterangan yang
telah kau berikan) kami akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”
قَالَ إِنَّهُ يَقُوْلُ إِنَّهَا
بَقَرَةٌ لاَّ ذَلُوْلٌ تُثِيْرُ الْأَرْضَ وَ لاَ تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ
لاَّ شِيَةَ فِيْهَا قَالُوْا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ
…Musa berkata, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa ia adalah
sapi betina yang belum pernah digunakan untuk membajak tanah dan tidak pula
untuk mengairi tanaman, tidak bercacat (dan) tidak ada belangnya.” Mereka
berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenarnya”…
Setelah mendengar ciri-ciri sapi tersebut, Bani Israel
mencari sapi yang memiliki ciri-ciri ini, usaha apapun yang mereka lakukan
tetap tidak membuahkan hasil hingga pada akhirnya mereka mendapatkannya di
rumah seorang pemuda. Ia, pemuda itu adalah penjual gandum yang kami ceritakan
di awal tadi.
Bani Israel
datang ke rumah sang pemuda dan bermaksud untuk membeli sapi tersebut. Pemuda
ini merasa senang ketika mendengar apa yang terjadi, dia berkata: “kalau begitu
aku harus meminta izin dari ibuku.”
Diapun datang ke ibunya dan bermusyawarah dengannya. “juallah dengan harga
dua kali lipat” ujar sang ibu. Bani Israel ketika mengetahui harga sapi
tersebut berkata: “Apa-apaan ini mana mungkin sapi biasa dijual dua kali lipat
dari harga pasaran?!” Kemudian mereka
mengadu kepada Nabi Musa seraya melaporkan hal tersebut.
“Kalian harus membelinya karena ini adalah perintah Allah.”,
Kata beliau. Mereka kembali lagi dan berkata kepada pemuda tersebut:” tak ada
jalan lain, kita harus membelinya walaupun harganya dua kali lipat, pergi dan
ambillah sapi itu!” Lagi-lagi pemuda itu
meminta izin kepada ibunya. Ibunya menjawab:” Wahai anakku juallah sapimu
dengan dua kali lipat dari harga sebelumnya. Ketika mendengar ungkapan itu
mereka terheran-heran dan marah seraya berkata: “kita tidak akan membeli seekor
sapi dengan 4 kali lipat dari harga pasaran.”
Akhirnya mereka kembali lagi kepada nabi Musa dan
menceritakan apa yang mereka hadapi. Beliau berkata: “kalian harus membelinya,
karena ini adalah perintah Allah.” Kemudian mereka kembali lagi. Untuk kesekian
kalinya, ibu itu berkata:” Anakku sayang! Katakan kepada mereka, karena kalian
pergi dan tidak membeli sapiku kemarin, maka sekarang aku mau menjualnya dengan
dua kali lipat dari harga sebelumnya (8 kali lipat dari harga asli). Bani Israel kembali
lagi dan tidak mau membelinya. Dan setiap kali mereka kembali untuk membelinya,
harga sapi tersebut bertambah dua kali lipat. Mungkin hal inilah yang membuat
Allah berfirman di penghujung ayat terakhir: وَ مَا
كَادُوْا يَفْعَلُوْنَ “… dan hampir saja mereka tidak dapat
melaksanakan perintah itu.”
Sehingga akhirnya sapi itu dibeli juga dengan harga yang
mahal yaitu sejumlah emas yang cukup untuk
ditempel di badan sapi. Setelah membelinya, mereka menyembelih sapi
tersebut, menguliti kulitnya dan memenuhinya dengan emas dan kemudian
diserahkan kepada pemiliknya (pemuda). Nabi Musa datang kemudian shalat seraya
mengangkat tangannya ke langit lalu berdoa:” Ya Allah aku bersumpah demi
kehormatan Muhammad dan keluarganya hidupkanlah kembali jasad ini.!” Kemudian
sebagian dari ekor sapi itu diambil dan dipukulkannya ke jenazah tersebut, pada
akhirnya jasad tersebut hidup kembali dan menunjuk pembunuhnya dan menjelaskan
kronologi pembunuhan.
Setelah mukjizat terjadi, Bani Israel saling berkata satu
sama lain: “kita tidak tahu mana yang penting sebenarnya, mukjizat
dihidupkannya orang mati ini atau proses memilyalderkan kampung itu.
Nabi Musa a.s. memerintahkan untuk mengqishas pembunuh
tersebut. Dan pemuda yang tidak berdosa itu hidup kembali, dia meminta kepada
nabi Musa untuk diberikan umur kembali. Allah Swt memberi khabar gembira kepada
nabi Musa bahwa dia akan hidup selama 70 tahun. Kemudian nabi Musa
mengawinkannya dengan gadis suci dan
terhormat itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah Swt pada hari kiamat
tidak akan memisahkan dua pasangan ini dan status mereka di surga tetap sebagai
suami istri.
Ibrah dan poin-poin
penting dari kisah ini
Dalam kisah Ini,
terdapat beberapa pelajaran penting yang dapat diambil:
Kisah ini
menceritakan pentingnya menghormati ayah dan ibu, di mana Allah Swt sangat
memperhatikan orang yang menghormati kedua orang tuanya dan Allah memberi
pahala khusus kepada mereka yang menghormati kedua orang tuanya baik dunia
maupun di akhirat.
Dari kisah ini
kita juga memahami bahwa wanita salihah akan diperuinting oleh pemuda-pemuda
salih. Sebagaimana al-Quran menyebutkan: (وَالطَّيِّباتُ
لِلطَّيِّبينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّباتِ)
Khianat kepada
sesama, berakibat fatal di dunia dan di akhirat.
Dalam kisah
ini Kita bisa melihat salah satu dari
mukjizat Allah Swt.
Kehendak ilahi
lebih didahulukan dari pada keinginan manusia.
Kerelaan tuhan
lebih penting dari semua pekerjaan, bahkan perdagangan atau perniagaan yang
banyak menghasilkan laba.
Dalam memilih
suami, wanita hendaknya berpikir jernih, jangan sampai terjerumus ke dalam
lembah syahwat dan tidak silau terhadap kemilau harta benda.
Orang-orang yang
salih dan cinta tuhan pada akhirnya akan menang dan berhasil, walaupun
kemenangan tersebut tertunda dan
diliputi oleh masalah, karena Allah Swt bwesabda:
(اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً) “sesungguhnya setiap kesulitan akan
diakhiri dengan kemudahan.”Semoga kita semua dapat mencerna poin-poin di atas.
{Tim Era Al-Quran}
NB: Menurut sebagian mufasir, motif pembunuhan yang terjadi
dalam kisah tersebut adalah seorang anak muda yang “sebel” menunggu pamannya
yang tidak mati-mati. Keselnya sang pemuda cukup beralasan, karena pamannya
yang kaya raya itu tidak memiliki ahli waris lain selain dirinya. Oleh Karena
itu untuk mempercepat proses perpindahan harta benda tersebut, dia membunuh
sang paman.
Ayatollah Makarim Syirazi dalam hal ini membawa dua
kemungkinan di atas; motif pembunuhan karena wanita atau harta. Beliau
menambahkan, pada dasarnya hal ini ingin mengabarkan kepada umat manusia bahwa
dua hal ini; harta dan wanita sama-sama berbahaya dan sanggup menyeret manusia
kepada tindakan apapun termasuk pembunuhan sanak keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar